Kata hati dalam judul merujuk bukan pada sesuatu yang bersifat fisik, melainkan pada– meminjam istilah KH Zezen— “dimensi keilahian dalam diri manusia”. Kata tazakka dan tuzakki (Arab) adalah istilah qurani yang berbicara mengenai kesucian hati dalam pengertian itu. Yang menarik, dua kata ini berakar kata yang sama (zaka) tetapi memiliki konotasi yang bertentangan: sementara yang pertama positif, yang kedua negatif bahkan tercela. Tulisan ini menelusuri dua kata ini dalam Al-Quran dalam kaitannya dengan kesucian hati. Sebelumnya, berikut adalah analisis bahasa dua kata ini secara singkat.
Kaya Makna
Bahasa Arab kaya makna dengan aturan kebahasaan yang rumit: perubahan bentuk kata atau tanda baca dapat mengubah makna dasar radikal.
Kata zaka adalah kata kerja yang berarti membersihkan, menyucikan, memberikan berkah, menyuburkan, dan mengembangkan. Kata ini dapat dirangkai dengan kata lain secara luas. Sebagai ilustrasi, jika dirangkai dengan kata tanaman dan perniagaan, kita memperoleh kalimat zaka azzar’i berarti “tanaman yang tumbuh subur, sementara zaka attijarah berarti perniagaan yang tumbuh dan berkembang.
Dengan makna ini mudah bagi kita untuk memahami kata zakat yang juga dari kata zaka berkonotasi menyuburkan harta selain membersihkan hati. Membersihkan dari apa? Dari Syuh, potensi kekikiran yang melekat dalam bakat manusia (lihat QS 59:9).
Ayat Tazakka
Dalam Bahasa Arab, huruf ganda (tasydid) mengindikasikan kesungguhan. Jadi, huruf ganda “k” dalam kata tazakka tidak sekadar berarti “menyucikan”, tetapi “menyucikan secara sungguh-sungguh, secara serius, tidak hanya sekadarnya”.
Kata tazakka tercantum paling tidak dalam empat ayat Al-Quran yang digunakan dalam berbagai konteks. Untuk memperoleh gambaran mengenai arti dan konteks penggunaannya, berikut disajikan terjemahan dan catatan dari empat ayat yang dimaksud.
Terjemahan | Catatan |
QS (20:75-76): …. mereka itulah yang memperoleh derajat yang tinggi (mulia) (yaitu) surga-surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah balasan bagi orang-orang yang menyucikan diri. | Kebersihan hati dari dosa (teks: mujrima) yang menyebabkan memperoleh azab akhirat dalam keadaan yang tidak hidup maupun tidak mati (ayat ke-75). |
QS (35:18): … Dan orang-orang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain… Dan barang siapa menyucikan diri, sesungguhnya dia menyucikan diri untuk kebaikan sendiri…. | Prinsip pertanggungjawaban individual. Menyucikan diri adalah kegiatan individual, tidak berlaku “kriteria orang ketiga”; artinya, tidak seorang pun dapat melakukannya untuk dan atas nama kita. |
QS (79:18): Maka katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri (dari kesesatan?” | |
QS (87:14): Sesungguhnya beruntung orang yang menyucikan diri (dengan beriman). |
Ayat Tuzakku
Kata tuzakku juga mengandung huruf “k” ganda yang mengkonotasikan kesungguhan. Berbeda dengan kata tazakka berkonotasi positif, kata tuzakku berkonotasi negatif bahkan tercela. Arti kata ini, “menganggap dirimu suci”, atau dalam bahasa gaulnya, “sok suci”.
Sejauh penelusuran penulis (melalui aplikasi Lafzi) hanya ada satu ayat yang mencantumkan kata tuzakku yaitu QS (53:32). Ayat ini mengandung pelajaran yang sangat penting sehingga perlu ditinjau secara agak rinci.
Ayat sebelumnya (ke-31) berbicara mengenai “balasan orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga”). Ayat ke-32 menjelaskan apa yang dimaksud dengan orang yang berbuat baik. Inilah teks ayat yang dimaksud serta artinya:
“(Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil (teks: allamam). Sungguh Tuhan Maha Luas amnpunan-Nya. Dia mengetahui tentang kamu sejak Dia menjadikan kamu dari tanah, lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah menganggap dirimu suci. Dia mengetahui orang yang bertakwa (QS 53:32).
Dalam ayat ini ada kata menarik yaitu allamam yang berarti “kesalahan-kesalahan kecil”. Berdasarkan ayat ini, “kesalahan-kesalahan kecil” tidak menggugurkan status “orang yang berbuat baik”. Ayat ini juga mengesankan pesan kuat: jangan “sok bersih” karena melihat orang lain melakukan kesalahan-kesalahan kecil. Wallahualam.
Bahtera Nuh
Terkait dengan pemurnian hati layak dicermati karya Hamza Yusuf (lahir 1958) yang berjudul Purification of the Herat: Signs, Symptoms and Cures of the Spriritual Diseases of the Heart. Dia adalah salah seorang cendekia muslim Amerika Serikat yang mengusung pengajaran klasik mengenai Islam dan sains keislaman ke seluruh dunia.
Dalam bukunya ini Hamza Yusuf mengedepankan arti penting zikir untuk membersihkan hati. Yang menarik, dalam bukunya ini, ia juga menganalogikan zikir dengan bahtera Nuh AS:
We live in the age of Noah (a.s.) in the sense that a flood of distraction accosts us. It is a slow and subtle drowning. For those who notice it, they engage in the remembrance of God. The rites of worship and devotion to God’s remembrance (dhikr) are planks of the ark. When Noah (a.s.) started to build his ark, his people mocked him and considered him a fool. But he kept building. He knew what was coming. And we know too.
Kita hidup di zaman Nuh (a.s.) dalam arti menghadapi prahara banjir besar. Lambat laun dan tidak kentara kita tenggelam. Bagi mereka yang menaruh perhatian, mengingat Allah atau zikir dan zikir berfungsi sebagai bahtera penyelamat ketika bahtera itu berlangsung. Nuh AS ketika mulai membangun bahtera itu ia diejek dan dianggap bodoh. Tetapi dia terus membangunnya. Dia tahu apa yang akan terjadi. Kita juga tahu.
Bahtera Nuh AS dahulu kala adalah zikir masa kini. Pertanyannya: “Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS 6:80, 10:3, 11:24, 11:30, 16:17, 23:85, 37:155, 45:23).
Wallahualam…@
Contact: uzairsuhaimi@gmail.com